Salah satu tajwid gharib dalam bacaan riwayat Hafs adalah saktah. Saktah secara bahasa berarti menahan. Secara istilah ilmu tajwid adalah berhenti sejenak tanpa bernafas dengan niat melanjutkan bacaan.
Biasanya ditandai dengan huruf (س) yang diletakkan di atas huruf yang dibaca saktah. Cara membaca saktah adalah dengan berhenti dan menahan nafas selama 2 harakat. Saktah dalam riwayat Hafs dibagi menjadi 2 yaitu saktah wajib dan saktah jaiz.
Sesuai dengan judul, artikel ini akan fokus membahas saktah wajib saja. Tambahan kata "Riwayat Hafs" digunakan merujuk pada riwayat bacaan yang digunakan di Indonesia. Artinya, pembahasan saktah di sini sesuai atau mirip dengan pembahasan tajwid pada umumnya.
Saktah wajib menurut bacaan riwayat Hafs terdapat di empat tempat yang masing-masing berbeda surahnya yaitu al-Kahfi, Yasin, al-Qiyamah, dan al-Muthaffifin. Dalam empat tempat tersebut, wajib membaca saktah apabila menggunakan wasal (sambung).
Berikut ini pembahasan keempat saktah wajib. Selain membahas rincian saktah, dijelaskan juga hikmah penggunaan saktah yang dikutip dari perkataan Ibnu Jazari.
1. Saktah di surah al-Kahfi
Klik ayat untuk memperbesar |
Menurut al-Jazari, hikmah dibaca saktah pada ayat al-Kahfi di atas agar kata (عِوَجَا), yang artinya bengkok, tidak berhubungan atau tidak memiliki kaitan dengan kata (قَيِّماً) yang artinya lurus.
Apabila tidak dibaca saktah pada kata (عِوَجَا), maka artinya “dan Dia (Allah) tidak menjadikannya (al-Quran) bengkok yang lurus”. Padahal ayat kedua menjelaskan sifat al-Quran bahwa al-Quran itu bimbingan yang lurus, bukan sifat bengkok yang lurus.
2. Saktah di surah Yasin
Klik ayat untuk memperbesar |
Hikmah saktah dalam ayat tersebut agar menjadi pemisah antara perkataan orang kafir dan perkataan orang mukmin. Arti ayat tersebut sebagai berikut : “Mereka berkata: Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?[SAKTAH] Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya)”
3. Saktah di surah al-Qiyamah
Klik ayat untuk memperbesar |
Apabila tidak saktah maka terjadi idgham bila ghunnah (nun sukun bertemu ro) dan terdengar satu kata menjadi (مَرَّاق) yang mirip dengan (مُرَّاق) artinya para pembantah atau (مَرَق) yang artinya kuah daging/kaldu.
4. Saktah di surah al-Muthaffifin
Klik ayat untuk memperbesar |
Apabila tidak di-saktah, maka lam sukun dibaca idgham mutaqaribain dan terdengar ada 1 kata yang mirip dengan kata (بَرَّان) yang berarti 2 daratan.
Kesimpulan :
Sumber bacaan :
- Al-Mufid Fi Ilm at-Tajwid
- Al-Wadhih fi Ahkam at-Tajwid
- Ghayatul Murid fi Ilm at-Tajwid
- Nihayatul Qaulil Mufid fi Ilm at-Tajwid
Ingin tahu hukum bacaan yang lain? Baca daftar materi tajwid klik di sini.
- Secara ittifaq (semua sepakat) tidak ada perbedaan dalam 4 saktah di atas sehingga dinamakan saktah wajib
- Keempat tempat di atas wajib dibaca saktah apabila mewasalkan (menyambung) bacaan.
- Saktah di surah al-Kahfi dan Yasin boleh diganti dengan waqaf karena ra's ayat dan waqaf tam (boleh saktah boleh waqaf)
- Saktah di al-Qiyamah dan al-Muthaffifin tidak dapat diganti waqaf karena belum sempurna maknanya (wajib saktah)
- Tanda atau dhabt untuk saktah biasanya memakai huruf (س). Atau bisa memakai tanda lainnya misalnya tulisan arab saktah (سكتة).
- Terdapat hikmah-hikmah dalam setiap bacaan saktah di atas
Sumber bacaan :
- Al-Mufid Fi Ilm at-Tajwid
- Al-Wadhih fi Ahkam at-Tajwid
- Ghayatul Murid fi Ilm at-Tajwid
- Nihayatul Qaulil Mufid fi Ilm at-Tajwid
Ingin tahu hukum bacaan yang lain? Baca daftar materi tajwid klik di sini.
Terimakasih
BalasHapus