Corak penafsiran yang dalam bahasa Arab disebut Ittijah, adalah kecenderungan, sasaran atau topik yang ingin diwujudkan oleh mufasir saat menafsirkan al-Qur'an. Dan kecenderungan itu mendominasi dalam tafsirnya. Beberapa ada yang menyamakan dengan istilah "manhaj."
Jumlah corak penafsiran berbeda-beda menurut para mufassir dengan kriteria dan perincian masing-masing. Salah satunya yang disampaikan oleh Ibrahim Sholih al-Humaidi dalam kitabnya berjudul "Manahijul Mufassirin" yang membagi corak penafsiran menjadi 5 macam.
Ibrahim Sholih al-Humaidi merupakan seorang pengajar ulumul Quran di Qassim University, Arab Saudi. Menurutnya, corak penafsiran terbagi menjadi 5 macam yaitu corak bahasa, corak fikih, corak isyari, corak aqli, dan corak ilmi.
Ittijah Lughawi (Corak bahasa)
Penafsiran dengan corak bahasa adalah menjelaskan al-Qur'an dengan mengulas dari sisi bahasa Arab, sebagaimana diketahui bahwa bahasa Arab juga merupakan salah satu sumber penafsiran karena Allah menurunkan al-Qur'an dalam bahasa Arab.
Menurut Ibrahim Sholih al-Humaidi, corak bahasa terbagi lagi menjadi 3 segi pembahasan yaitu gharib al-Qur'an, I'rab al-Qur'an, dan balaghah Qur'aniyyah. Gharib al-Qur'an adalah membahas al-Qur'an dari segi kata-kata yang belum jelas atau samar. Contoh kitab yang menggunakan segi ini adalah Ma'ani al-Qur'an karya al-Akhfasy dan Mufradat Alfadz al-Qur'an karya Raghib al-Asfahani.
Segi kedua, I'rab al-Qur'an adalah menafsirkan al-Qur'an dengan mengeluarkan kata-katanya dan menganalisa susunannya menurut kaidah nahwu. Contoh kitab yang menggunakan segi ini adalah al-Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan al-Andalusi.
Segi ketiga, balaghah Qur'aniyyah adalah mufasir berfokus pada pengungkapan rahasia-rahasia retorika dalam ayat-ayat al-Qur'an. Contoh kitab yang menggunakan segi ini adalah al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari dan at-Tahrir wa at-Tanwir karya Ibn Asyur.
Ittijah Fiqhi (Corak Fikih)
Penafsiran dengan corak fikih adalah tafsir yang mengumpulkan ayat-ayat hukum syar'i dari al-Qur'an dan menafsirkan dalam karya tersendiri. Para ulama berbeda pendapat terkait berapa jumlah ayat-ayat hukum dalam al-Qur'an.
Ada yang berpendapat bahwa jumlah ayat-ayat hukum dalam al-Qur'an ada 500 ayat, 150 ayat, 200 ayat, atau tidak terbatas. Penafsiran dengan corak fikih ada yang membahas madzhab tertentu dan ada juga yang memperbandingkan antar madzhab.
Contoh kitab tafsir yang menggunakan corak fikih diantaranya adalah kitab Ahkam al-Qur'an karya Abu Ja'far at-Thahawi al-Hanafi atau kitab al-Jami' li Ahkam al-Quran karya al-Qurthubi al-Maliki. Adapun contoh kitab modern misalnya Rawai' al-Bayan karya as-Shabuni.
Ittijah Isyari (Corak Isyari)
Penafsiran dengan corak isyari adalah menafsirkan berdasarkan qiyas dan isyarat. Dengan kata lain, menafsirkan ayat dengan tanpa makna dzahir karena adanya isyarat ringan diserta kemungkinan mengumpulkan keduanya (isyarat dan makna dzahir).
Beberapa ulama ada yang menolak corak isyari dan ada pula yang memperbolehkan dengan beberapa syarat. Pertama, tidak bertentangan dengan makna dzahir ayat. Kedua, maknanya sahih. Ketiga, adanya isyarat dalam lafalnya. Keempat, adanya keterkaitan antara isyarat dan makna ayat.
Salah satu contoh kitab tafsir yang menggunakan corak isyari adalah Tafsir al-Quran al-Adzim karya Abdullah at-Tustari. Lathaif al-Isyarat karya Hawazin al-Qusyairi, dan Arais al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an wa as-Sab' al-Matsani karya al-Alusi.
Salah satu contoh tafsir corak isyari yang maqbul (diterima) adalah penafsiran at-Tustari saat menafsirkan kata "andad" atau sekutu dalam QS Al-Baqarah ayat 22 dengan makna "adhdad" atau musuh. Menurutnya, musuh terbesar adalah nafsu ammarah bissu'.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah ayat 22)
Ittijah Aqli Mu'ashir (Corak Rasio-Kontemporer)
Penafsiran dengan corak rasio adalah penafsiran yang mengedepankan akal daripada naql dan biasa digunakan dalam madrasah kontemporer. Corak ini berkembang di mesir sejak akhir abad 13 hijriah yang diinisiasi oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan corak rasio kontemporer ini adalah Tafsir Juz Amma karya Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar karya Rasyid Ridha, Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Al-Maraghi, dan Tafsir al-Quran al-Karim karya Mahmud Syaltut.
Salah satu contoh penafsiran corak Aqli adalah penafsiran Muhammad Abduh dalam kitab tafsirnya saat menafsirkan surat al-Fil. Ia berkata bahwa burung ababil bisa dianggap sebagai sejenis nyamuk atau lalat yang membawa penyakit sehingga pasukan Abrahah musnah.
Ittijah Ilmi
Penafsiran dengan corak Ilmi adalah penafsiran yang mengungkap penemuan-penemuan modern yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur'an atau biasa disebut corak sains atau corak ilmu pengetahuan. Para ulama berbeda pendapat terkait penggunaan corak ini.
Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan corak ilmi adalah al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim karya Thanthawi Jauhari, Al-Qur'an Yanbu' al-Ulum wa al-Irfan karya Ali Fikri, dan Kasyf al-Asrar an-Nawraniyyah al-Quraniyyah karya Ahmad al-Iskandari.
Demikian artikel singkat yang berjudul "Corak Penafsiran Menurut Ibrahim Sholih al-Humaidi" yang dikutip dari kitabnya yang berjudul Manahijul Mufassirin. Semoga bermanfaat. Amin...
0 Response to "Corak Penafsiran Menurut Ibrahim Sholih al-Humaidi"
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca artikel ini. Bila berkenan, Anda bisa tinggalkan komentar. Semoga komentar-komentar baik Anda diberi balasan oleh Allah...